Pontianak dikenal sebagai Kota Khatulistiwa karena letaknya yang dilintasi oleh garis khatulistiwa. Sebagai penanda dilaluinya kota ini oleh garis khatulistiwa, di Kota Pontianak terdapat Tugu Khatulistiwa yang dibangun di Siantan. Kota Pontianak juga dilalui oleh dua sungai besar, yakni Sungai Landak dan Sungai Kapuas. Kota yang mulanya dipimpin oleh Sultan Pontianak bernama Syarif Abdurrahman Alkadrie ini ditandai pendiriannya dengan dibangunnya Mesjid Sultan Syarif Abdurrahman dan Istana Kadariah di kelurahan Bugis Dalam, Pontianak Timur.
Kota Pontianak memiliki keanekaragaman budaya penduduk, yakni Melayu, Dayak, dan Tionghoa. Peringatan masing-masing budaya yang terkenal di Pontianak adalah peringatan Gawai, yakni ungkapan syukur masyarakat Dayak atas hasil panen yang diperoleh, perayaan Cap Go Meh dan Imlek dari tradisi masyarakat Tionghoa, juga tradisi sembahyang kubur atau yang disebut juga sebagai Cheng Beng atau Kuo Ciet. Keragaman budaya di Kalimantan juga terlihat pada penggunaan bahasanya yakni Bahasa Melayu, Bahasa Tiociu, Bahasa Khek, dan bahasa Dayak yang terdiri atas bahasa Dayak Bukit, Dayak Kanayatn, Dayak Salako, Dayak Kantu, Dayak Iban, dan Dayak Jangkang. Namun pada kesehariannya mayoritas masyarakat Pontianak menggunakan bahasa nasional Indonesia.
Nama kota yang pernah diberitakan menjadi pengganti ibu kota Jakarta ini diambil dari cerita legenda daerah tersebut. Pontianak berarti nama hantu yang gentayangan setelah meninggal karena melahirkan, atau disebut juga Kuntilanak. Berdasarkan cerita sejarah, kota yang sekarang bernama Pontianak ini dijadikan pemukiman oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie dengan mengusir hantu-hantu tersebut menggunakan tembakan meriam. Kota ini didirikan setelah usaha dagang yang dilakukan Syarif Abdurrahman berhasil dan ia bisa membajak kapal Belanda di Bangka, dan kapal Inggris serta kapal Perancis di Pelabuhan Pasir.
Kota Pontianak dikenal juga sebagai surga kuliner. Banyak makanan khas yang bisa Anda cicip di sini, seperti kembang tahu atau susu soya, pekasam, sotong pangkong, pacri nanas, sambal goreng tempoyak, minuman lidah buaya, lempok durian, dan lain-lain yang juga didominasi oleh kuliner khas masyarakat Tionghoa.